
JAKARTA, KOMPAS — Insentif Pemerintah Indonesia untuk bahan bakar fosil meningkat sekitar 30 persen selama periode 2016-2020, sementara insentif untuk energi terbarukan justru menurun. Kondisi ini membuat Indonesia memiliki pekerjaan rumah besar untuk mencapai target terkait energi terbarukan.
Demikian laporan International Institute for Sustainable Development (IISD) yang disampaikan dalam diskusi daring ”Indonesia’s Energy Support Measures: Shifting Support from Fossil Fuels to Clean Energy”, Rabu (22/6/2022). Dari 78 dukungan atau insentif yang diidentifikasi karena keterbatasan data, hanya 29 yang dapat dikuantifikasi dalam riset itu.
Pengukuran dalam laporan itu menyasar minyak dan gas, kelistrikan, batubara, biofuel, energi terbarukan, serta kendaraan listrik dan baterai. Dari kalkulasi, sebesar 94,1 persen insentif diberikan untuk produksi dan konsumsi bahan bakar fosil, sedangkan biofuel sebesar 4,97 persen. Adapun energi terbarukan kurang dari 1 persen.
Senior Policy Advisor and Lead IISD Indonesia Lourdes Sanchez mengatakan, dalam rentang 2016 hingga 2020, peningkatan insentif (subsidi dan kompensasi) untuk bahan bakar fosil mencapai 30 persen atau sekitar Rp 246 triliun. Sementara dukungan untuk energi terbarukan justru menurun dari Rp 3 triliun pada 2016 menjadi Rp 2 triliun pada 2020.